Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta
ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah. Anehnya, naskah
historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah
menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17
Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29
Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah
menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari. Siapakah BM. Diah itu?
Burhanuddin Mohammad Diah yang
lahir di Banda Aceh 7 April 1917 adalah seorang tokoh pers, pejuang
kemerdekaan, diplomat dan pengusaha Indonesia. Nama asli B.M. Diah yang
sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya adalah Mohammad
Diah, yang berasal dari Barus Sumatara Utara. Ayahnya adalah seorang pegawai
pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah. Burhanuddin kemudian
menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.
Mohammad Diah adalah seorang yang terpandang dan kaya di
lingkungannya. Namun hidupnya boros, sehingga ketika ia lahir Burhanuddin tidak
dapat menikmati kekayaan ayahnya. Ditambah lagi karena seminggu setelah
kelahirannya, ayahnya meninggal dunia. Ibunya kemudian mengambil alih tanggung
jawab memelihara keluarganya. Untuk itu ia terjun ke dunia usaha berjualan
emas, intan, dan pakaian. Namun delapan tahun kemudian Siti Sa'idah pun
berpulang, sehingga Burhanuddin diasuh oleh kakak perempuannya, Siti Hafsyah.
Burhanuddin belajar di HIS, kemudian melanjutkan ke Taman Siswa di
Medan. Keputusan ini diambilnya karena ia tidak mau belajar di bawah asuhan
guru-guru Belanda.
Pada 1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan
Harian Merdeka. Diah menjadi pemimpin redaksi, Joesoef Isak menjadi
wakilnya, dan Rosihan Anwar menjadi redaktur. Diah memimpin surat kabar ini
hingga akhir hayatnya, meskipun belakangan ia lebih banyak menangani PT Masa
Merdeka, penerbit Harian "Merdeka". Pada April 1945, bersama istrinya
Herawati, Diah mendirikan koran berbahasa Inggris, Indonesian Observer. Ia
dinilai sebagai penulis editorial yang baik, seorang nasional pro-Soekarno
menentang militerisme. Ia pernah bertolak pandangan dengan pihak militer
setelah Peristiwa 17 Oktober, sehingga ia terpaksa berpindah-pindah tempat
untuk menghindari kejaran petugas-petugas militer.
saya bangga sempat mecicipi menjadi wartawan harian merdeka (1974-1980)kemudian bergabung dengan bung norman diah di harian jurnal ekuin.
BalasHapusMengapa bm diah menyimpanteks proklamasi
BalasHapus